Sabtu, 03 Oktober 2009

"Guru-Sisya




* Siapakah yang layak menjadi seorang Guru

* dan siapakah yang pantas menjadi seorang siswa ?



Bila kita kaji Geetha, akan kita ketahui apakah kita telah menjadi seorang shishya ataukah tidak:



Dalam Bhagavath Geetha,

* seorang shishya haruslah Narotthama (orang dengan kwalitas tertinggi di kalangan manusia),

* sedangkan Guru hendaknya Purushotama (orang dengan kwalitas maha tinggi);



Lebih lanjut diungkap bahwa:

* shishya adalah Mahaathma ( jiwa nan agung),

* sedangkan Guru adalah Paramaathma (jiwa yang maha agung);



* shishya adalah Aadarsha-muurthi (manusia ideal),

* dan Guru adalah Avathaara-muurthi (perwujudan Ilahi);



* shishya adalah Paathradhaara (pemeran),

* dan Guru adalah Suuthradhaara (sutradara);



* shishya adalah Dhanurdhara (pemegang busur),

* dan Guru adalah Yogeshwara (Penguasa Yoga).



Itulah bentuk hubungan Guru – Shishya yang menggambarkan pasangan yang sangat ideal.

( dikutif dari  wacana Sri Bhagavan pada hari Guru Puurnima 13 Juli 1984)

Swaami tidak akan mengabaikan bhakta-Nya.


* Ke-Premathathva-an Swaami (dasar kasih-sayang yang alami) kekal adanya.

* Ke-Prema-an Swaami (kasih-sayang) sama sekali tidak mengandung kepentingan pribadi.

* Kasih-sayang beliau itu mutlak suci dan murni.

* Swaami selalu hanya berniat bagaimana memberi, sama sekali tidak pernah meminta.

* Telapak tangan Swaami selalu tertelungkup untuk memberi sesuatu, sama sekali bukanya tengadah untuk meminta apapun.

* Lebih lanjut Swaami pernah mengungkapkan bahwa “Engkau adalah milik Ku”,

maka walau bagaimanapun kesalahan mereka memilih jalan,

Swaami tidak akan mengabaikan bhakta Nya.

Mungkin muncul pertanyaan mengapa seseorang yang telah diterima Swaami sebagai :

“Engkau adalah milik Ku”

namun tetap menghadapi kesulitan yang berat,

hal tersebut terjadi karena kesulitan itu merupakan akibat karma (perbuatan) mereka sendiri dan yang memang harus mereka terima.

Semua bhakta Swaami harus memahami dan yakin bahwa prilaku mereka benar.

Bila seorang bhakta berharap agar Tuhan mengkaruniainya usia seratus tahun,

tidaklah wajar bila ia melonjakkan kebanggaan dan kesombongan,

kemudian mulai melompat dari ketinggian pohon karena kelewat yakin bahwa dia akan hidup selama satu abad.

Boleh jadi bhakta itu memang hidup selama seratus tahun,

namun bukankah juga ada kemungkinan bahwa kakinya akan patah ketika ia jatuh dari pohon yang tinggi itu.



Dengan demikian, setelah menerima anugerah Tuhan, seseorang haruslah juga berupaya hidup ke arah kebenaran.


Ini merupakan wacana Sri Bhagavan pada hari Guru Puurnima 13 Juli 1984.

Apa yang dibutuhkan oleh negara

adalah:
 Orang-orang dengan
aadharsha
(ideal = cita-cita),

dan bukannya
aashas
(pengidam).


Keinginan manusia bisa jadi berubah dari waktu-kewaktu,
namun cita-cita tetap terpegang erat hingga seorang mencapai akhir khayat.

Karena itu setiap orang haruslah mencoba hidup seperti yang dicita-citakan masyarakat.



Engkau harus menjalani kehidupan yang bisa ditauladani.



Engkau hendaknya menjadi atma yang agung dan menjadi kebahagiaan sejati yang kokoh kuat,



yang kenyataanya hanya bisa terwujud dari ke-Ilhaian-an itu sendiri.

 
Ini merupakan wacana Sri Bhagavan pada hari Guru Puurnima 13 Juli 1984.

Kedatangan Avathaar-avathaar disertai keputusan yang pasti


Bhagavan Bersabda:

Kedatangan Avathaar-avathaar disertai keputusan yang pasti


Oleh karenanya setiap orang haruslah mempersiapkan keputusan hati yang penuh kepastian.

Tanpa keputusan yang pasti maka tiada akan ada kemajuan yang dapat diraih.

Bahkan Avathaar-avathaar sekalipun mewujudkan kedatangan mereka dengan menyertakan pula keputusan yang pasti.

Avathaar-avathaar juga menentukan batasan-batasan yang pasti dalam peran mereka.



Sri Krishna menjelma dengan menyatakan tiga keputusan :


(1) Dharma samsthaapanaarthaaya sambhavaami yuge yuge


(“Aku akan menjelma dari jaman ke jaman untuk menegakkan Dharma”);


(2) Yogakshemam Vahaamyaham


(“Aku akan mendorong peningkatan kwalitas bhakta-bhakta Ku”);


(3) Mokshayishyaami maa suchah


(“Siapapun yang menyerahkan diri sepenuhnya pada Ku, maka akan Ku beri kebebasan).



Sri Raama juga memiliki tiga keputusan, yaitu :


* Satu kata,


* satu anak panah,


* satu istri.


Raama mengungkapkan bahwa barang siapa memohon perlindungan pada beliau,


maka akan mendapat perlindungan penuh.



Sama halnya dengan perwujudan Ilahi (Avathaar) yang lain,

yang semuanya datang dengan beberapa maksud dan tujuan yang jelas,

maka dalam keadaan yang bagaimanapun Avathaar-avathaar tidak akan pernah menyimpang dari maksud dan tujuanNya.

Ini merupakan wacana Sri Bhagavan pada hari Guru Puurnima 13 Juli 1984.

TIGA JANJI AVATAR

“ Seperti juga Sri Raama dan Sri Krishna pada yuga-yuga terdahulu,

maka Aku datang dengan membawa serta:


Tiga Prathijanaas (janji):

1.

Sekali Swaami menerima seorang bhakta dengan menyebut mereka sebagai

‘Engkau adalah milik Ku,’

maka Aku tiada akan meninggalkan bhakta Ku, walau apapun yang akan terjadi.



2.

Swaami datang untuk memberi, bukan untuk menerima.



3.

Bila Aku telah melaksanakan sesuatu demi kebaikan dunia maka Aku tak akan menghentikannya, meski apa yang mungkin

terjadi. “



Pernyataan bersejarah ini diungkap oleh Sri Bhagavan dalam sebuah wacana yang menggeletarkan hati pada perayaan Guru Puurnima di Auditorium Poornachandra. Kehadiran sejumlah besar bhakta mancanegara seperti saat itu belum pernah terjadi sebelumnya, mereka bertempik sorak penuh suka-cita mendengar pernyataan Bhagavan dalam misi keavataran Beliau.

Ini merupakan wacana Sri Bhagavan pada hari Guru Puurnima 13 Juli 1984.